Cinta dan benci

Thursday 24 March 2011

melayang aku melangkah...
menatap derita kehilangan....
diam tertunduk lesu...
desahan angin terpa kerinduan....

kerinduan tanpa jawaban....
jawaban semu yang aneh....
seaneh tatapanmu yang kosong....

ucapan yang kasar terus terucap...
menggema dalam bathiniah...
bagai duri seribu....

benci telah merasuk sukma...
cinta kan terus bertahan...

akankah dua kata ini terus menjalar...
di seluruh nadi yang bisu...

aku akan diam walau engkau tanamkan kebencian ini...
aku akan diam walau engkau ucapkan kata sombongmu...
aku akan diam walau engkau berkelakar semu belaka...
aku akan diam walau engkau ingkar akan janji kosongmu...
aku akan diam walau engkau selalu sakiti bathin ini...

karena cinta semuanya akan bertahan...
walau kebencian selimuti besarnya cinta yang mengalir hanya padamu...
aku akan setia menunggu walau engkau selalu menuai kesombonganmu...


cinta dan benci...
setipis kenangan yang terukir....
sehangat masa depan yang indah walau sakit menerpaku...

SENI BUDAYA JAWA TENGAH

Wednesday 23 March 2011

Kebudayaan Jawa merupakan salah satu sosok kebudayaan yang tua. Kebudayaan Jawa mengakar di Jawa Tengah bermula dari kebudayaan nenek moyang yang bermukim di tepian Sungai Bengawan Solo pada ribuan tahun sebelum Masehi. Fosil manusia Jawa purba yang kini menghuni Museum Sangiran di Kabupaten Sragen, merupakan saksi sejarah, betapa tuanya bumi Jawa Tengah sebagai kawasan pemukiman yang dengan sendirinya merupakan suatu kawasan budaya. Dari kebudayaan purba itulah kemudian tumbuh dan berkembang sosok kebudayaan Jawa klasik yang hingga kini terus bergerak menuju kebudayaan Indonesia.
Kata klasik ini berasal dari kata Clacius, yaitu nama orang yang telah berhasil menciptakan karya sastra yang mempunyai “nilai tinggi”. Maka karya sastra yang tinggi nilainya hasil karya Clacius itu dinamakan “Clacici”. Padahal Clacici adalah golongan ningrat/bangsawan, sedangkan Clacius termasuk golongan ningrat, oleh karena itu hasil karya seni yang mempunyai nilai tinggi disebut “seni klasik”.
Bengawan Solo bukan hanya terkenal dengan lagu ciptaan Gesang akan tetapi lebih daripada itu lembahnya terkenal sebagai tempat dimana banyak sekali diketemukan fosil dan peninggalan awal sejarah kehidupan di atas bumi ini.
Pada tahun 1891 Eugene Dubois menemukan sisa-sisa manusia purba yang diberi nama “Phitecanthropus Erectus” di daerah Trinil, Ngawi Karesidenan Madiun. Ternyata fosil-fosil itu lebih purba (tua) dan lebih primitif daripada fosil-fosil Neanderthal yang ditemukan di Eropa sebelumnya. Penggalian-penggalian diteruskan hingga pada sekitar tahun 1930-1931 ditemukan lagi fosil manusia di Ngandong dan di Kedungbrubus daerah Sangiran. Fosil ini lebih tua dari yang ditemukan di Jerman maupun di Peking. Berbeda dengan penemuan di bagian dunia lain, penemuan fosil-fosil pulau Jawa didapat pada semua lapisan Pleistoceen dan tidak hanya pada satu lapisan saja. Hingga nampak jelas perkembangan manusia sejak dari bentuk ‘keorangan’nya yang mula-mula (homonide), sedang dari bagian lain di dunia penemuan-penemuan itu tidak memberi gambaran yang sedemikian lengkap. Manusia purba itu diperkirakan hidup dalam kelompok-kelompok kecil bahkan mungkin dalam keluarga-keluarga yang terdiri dari enam shingga duabelas individu. Mereka hidup berburu binatang di sepanjang lembah-lembah sungai. Cara hidup seperti ini agaknya tetap berlangsung selama satu juta tahun. Kemudian diketemukan sisa-sisa artefak yang terdiri dari alat-alat kapak batu di sebuah situs di dekat desa Pacitan, dalam lapisan bumi yang berdasarkan data geologi diperkirakan berumur 800.00 tahun dan diasosiasikan dengan fosil Pithecanthropus yang telah berevolusi lebih jauh. Dengan demikian diperkirakan bahwa sejak paling sedikit 800.000 tahun yang lalu para pemburu di pulau Jawa sudah memiliki suatu kebudayaan.
Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Kedua-duanya tidak mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada kebudayaan jika tidak ada pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi manusia itu hidupnya tidak berapa lama, ia lalu mati. Maka untuk melangsungkan kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang, bahkan harus lebih dari satu turunan. Jadi harus diteruskan kepada anak cucu keturunan selanjutnya.
Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya diakui oleh dunia internasional dapat dilihat pada sejumlah warisan sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra, kesenian dan adat istiadat. Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi Pawon, Candi Prambanan di dekat Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan candi Sukuh merupakan warisan kebudayaan masa silam yang tak ternilai harganya. Teks-teks sastra yang terpahat di batu-batu prasasti, tergores di daun lontar dan tertulis di kitab-kitab merupakan khasanah sastra Jawa klasik yang hingga kini tidak habis-habisnya dikaji para ilmuwan. Ada pula warisan kebudayaan yang bermutu tinggi dalam wujud seni tari, seni musik, seni rupa, seni pedalangan,seni bangunan (arsitektur), seni busana, adat istiadat, dsbnya.
Masyarakat Jawa Tengah sebagai ahli waris kebudayaan Jawa klasik bukanlah masyarakat yang homogen atau sewarna, melainkan sebuah masyarakat besar yang mekar dalam keanekaragaman budaya. Hal itu tercermin pada tumbuhnya wilayah-wilayah budaya yang pada pokoknya terdiri atas wilayah budaya Negarigung, wilayah budaya Banyumasan dan wilayah budaya Pesisiran.
Wilayah budaya Negarigung yang mencakup daerah Surakarta – Yogyakarta dan sekitarnya merupakan wilayah budaya yang bergayutan dengan tradisikraton(Surakarta dan Yogyakarta). Wilayah budaya Banyumasan menjangkau daerah Banyumas, Kedu dan Bagelen. Sedangkan wilayah budaya pesisiran meliputi daerah Pantai Utara Jawa Tengah yang memanjang dari Timur ke Barat.
Keragaman budaya tersebut merupakan kondisi dasar yang menguntungkan bagi mekarnya kreatifitas cipta, ras dan karsa yang terwujud pada sikap budaya.
Di daerah Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
Provinsi Jawa Tengah yang merupakan satu dari sepuluh DTW (Daerah Tujuan Wisata) di Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru, baik darat, laut maupun udara. Provinsi ini telah melewati sejarah yang panjang, dari jaman purba hingga sekarang.
Dalam usaha memperkenalkan daerah Jawa Tengah yang kaya budaya dan potensi alamnya, Provinsi Jawa Tengah sebagaimana provinsi-provinsi lain di Indonesia, mempunyai anjungan daerah di Taman Mini “Indonesia Indah” yang juga disebut “Anjungan Jawa Tengah”. Anjungan Jawa Tengah Taman Mini “Indonesia Indah” merupakan “show window” dari daerah Jawa Tengah.
Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini “Indonesia Indah” dibangun untuk membawakan wajah budaya dan pembangunan Jawa Tengah pada umunya. Bangunan induk beserta bangunan lain di seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang dinamakan “Padepokan Jawa Tengah”, yang berarsitektur Jawa asli.
Bangunan induknya berupa “Pendopo Agung”, tiruan dari Pendopo Agung Istana Mangkunegaran di Surakarta, yang diakui sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa. Propinsi Jawa Tengah juga terkenal dengan sebutan “The Island of Temples”, karena memang di Jawa Tengah bertebaran candi-candi. Miniatur dari candi Borobudur, Prambanan dan Mendut ditampilkan pula di Padepokan Jawa Tengah. Padepokan Jawa Tengah juga merupakan tempat untuk mengenal seni bangunan Jawa yang tidak hanya berupa bangunan rumah tempat tinggal tetapi juga seni bangunan peninggalan dari jaman Sanjayawangça dan Syailendrawangça.
Pendopo Agung yang berbentuk ”Joglo Trajumas” itu berkesan anggun karena atapnya yang luas dengan ditopang 4 (empat) Soko guru (tiang pokok), 12 (dua belas) Soko Goco dan 20 (dua puluh) Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu berkesan momot, artinya berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat menerima tamu. Bangunan Pendopo Agung ini masih dihubungkan dengan ruang Pringgitan, yang aslinya sebagai tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit. Pringgitan ini berarsitektur Limas. Bangunan lain adalah bentuk-bentuk rumah adat “Joglo Tajuk Mangkurat”, “Joglo Pangrawit Apitan” dan rumah bercorak “Doro Gepak”.
Sesuai dengan fungsinya Anjungan Jawa Tengah selalu mempergelarkan kesenia-kesenian daerah yang secara tetap didatangkan dari Kabupaten-kabupaten / Kotamadya di Provinsi Jawa Tengah di samping pergelaran kesenian dari sanggar-sanggar yang ada di Ibukota, dengan tidak meninggalkan keadiluhungan nilai-nilai budaya Jawa yang hingga kini masih tampak mewarnai berbagai aspek seni budaya itu sendiri, adat-istiadat dan tata cara kehidupan masyarakat Jawa Tengah.
Bangunan Joglo Pangrawit Apitan di Anjungan Jawa Tengah TMII terletak bersebelahan dengan sebuah panggung terbuka yang berlatar belakang sebuah bukit dengan bangunan Makara terbuat dari batu cadas hitam bertuliskan kata-kata “Ojo Dumeh” dalam huruf Jawa berukuran besar. Perkataan Ojo Dumeh mempunyai makna yang dalam, sebab artinya, “Jangan Sombong”, sebuah anjuran untuk senantiasa mampu mengendalikan diri, justru di saat seseorang merasa mempunyai keberhasilan. Di panggung inilah pengunjung dapat menyaksikan pergelaran acara khusus Anjungan yang biasanya merupakan acara-acara pilihan.

Seni Budaya

Tuesday 22 March 2011

GAMELAN JAWA

gamelan-jawa Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya Keraton.

WAYANG KULIT

wayang-kulitKesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dynamisme.
Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang / Kediri. Sektar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.

TARIAN JAWA

tarian-jawaTarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masa kerajaan dulu tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarian bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar, rumit, halus, dan simbolis. Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang terdapat pada tari-tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan, dan di Bali ditambah dengan gerak mata.
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia) (Soedarsono, 1990). Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita.

KERIS JAWA

keris-jawaKeris dikalangan masyarakat di jawa dilambangkan sebagai symbol “ Kejantanan “ dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka. Di kalender masyarakat jawa mengirabkan pusaka unggulan keraton merupakan kepercayaan terbesar pada hari satu sura.

Keris pusaka atau tombak pusaka merupakan unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsure besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsure batu meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada sang maha pencipta alam ( Allah SWT ) dengan duatu apaya spiritual oleh sang empu. Sehingga kekuatan spiritual sang maha pencipta alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu.

KETOPRAK

ketoprakKetoprak kalebu salah sawijining kesenian rakyat ing Jawa tengah, ananging ugo bisa tinemu ing Jawa sisih Wetan (Jawa Timur ).Ketoprak wis nyawiji dadi budaya masyarakat Jawa tengah lan biso ngasorake kesenian liyane ,umpamane Srandul, Emprak lan sakliyane. Ketoprak wiwit bebukane awujud dedolanan para priyo ing dusun kang lagi nganaake lelipur sinambi nabuh lesung kanthi irama ana ing waktu wulan purnama ndadari , kasebut Gejog. Ana ing tembe kaering tembang bebarengan ing kampung /dusun kanggo lelipur . Sak teruse ana tambahan gendang, terbang lan suling, mula wiwit saka iku kasebut Ketoprak Lesung, kira-kira kadadeyan ing tahun 1887. Sak banjure ana ing tahun 1909 wiwitan dianaake pagelaran Ketoprak kanthi paripurna/lengkap.

Pagelaran Ketoprak wiwitan kang resmi ing ngarsane masyaraket/umum, yokuwi Ketoprak Wreksotomo, dipandegani dening Ki Wisangkoro, sing mandegani kabeh para pria. Carita kang dipagelarake yoiku : Warso - Warsi, Kendono Gendini, Darmo - Darmi, dlan sapanunggalane. Sak wise iku pagelaran Ketoprak sang soyo suwe dadi lan apike lan dadi klangenane masyarakat, utamane ing tlatah Yogyakarta. Ing kadadeyan sak wise Pagelaran Ketoprak dadi pepak anggone carita lan ugo kaering gamelan . Anane gegayutan karo pagelaran “teater” para narapraja ,

sumber : jawatengah.go.id

My YM

Status YM

My Twitter

Follow marif.handoko on Twitter

Categories

Powered by Blogger.

Followers