Seorang peneliti Australia mendedikasikan diri untuk merawat buku-buku sastra
Jawa lama.
JJ ATUH cinta pada pandangan pertama terhadap kebudayaan Jawa menimpa John
Paterson. Itu berawal dari sebuah penelitian yang dilakukan pria bule asal
Australia ini.
Dengan berawal dari sebuah penelitian, Paterson akhirnya memutuskan untuk
mendedikasikan diri pada upaya pelestarian sumber kebudayaan Jawa, yakni buku
dan naskah beraksara Jawa kuno.
"Saya merasa kesengsem karena budaya Jawa itu, terutama sastranya, sangat
indah," kata Paterson tersenyum ketika dijumpai di Yayasan Sastra Solo, pekan
lalu.
Ketertarikan Paterson muncul saat ia sedang menyelesaikan sebuah penelitian
sebagai prasyarat kelulusan pada studi sarjana S-1 jurusan sejarah di
Universitas Melbourne. Itu terjadi pada sekitar awal 1980.
Pada saat itu, kebetulan ia mendapatkan beasiswa untuk melakukan penelitian di
luar negeri.
Sesungguhnya, kisah Paterson dimulai saat ia menghadapi sejumlah pilihan negara.
Seperti dibimbing tangan takdir, hati kecilnya memutuskan untuk menjalankan
penelitian tersebut di Solo saat ia mengambil topik penelitian mengenai
perkembangan budaya Jawa.
Saat pertama bersentuhan secara langsung itulah, menurut John, rasa
keterpikatannya langsung tergugah. Akhirnya dia memutuskan untuk mempelajarinya
secara lebih mendalam. Karena tidak ingin setengah-setengah, ia secara khusus
juga mulai belajar bahasa dan aksara Jawa.
"Itu ternyata cukup sulit, tetapi justru di sinilah letak daya tariknya. Untuk
bisa mempelajari bahasa dan aksara Jawa secara utuh, kita harus memulainya dari
hanacaraka," kata John yang kini sudah fasih menggunakan bahasa Jawa itu.
Pengumpulan Setelah lepas dari penelitian sekitar 1,5 tahun kemudian, John
kembali ke Australia meneruskan studi ke jenjang magister di Universitas Mo
nash. Tetapi ketertarikannya pada budaya Jawa khususnya buku dan naskah
beraksara Jawa tetap tumbuh subur. Di sela-sela kesibukannya menyelesaikan
pendidikan, saat ada kesempatan berkunjung ke Solo, Paterson mulai melakukan
upaya pengumpulan. Entah sudah berapa banyak tempat-tempat perdagangan buku
bekas yang telah ia satroni.
Yang jelas, sampai saat ini tidak kurang 6.000 buku dan naskah beraksara Jawa
sudah berhasil dikumpulkan. Memang tidak semuanya merupakan hasil berburu,
karena ada juga yang berasal dari sumbangan atau pemberian kenalannya yang
bersimpati terhadap upaya kerasnya itu.
John ternyata tidak berhenti pada upaya pengumpulan dan penyelamatan semata.
Selain menyelamatkan, ia berkeingi nan agar buku dan naskah beraksara Jawa yang
menurutnya banyak mengandung pelajaran berharga itu bisa diakses secara luas.
Karena itulah, pada 1998 ia bersama sejumlah kenalan mendirikan Yayasan Sastra
yang kini menempati sebuah rumah di Kampung Jageran 117, RT 03, RW 04, Kelurahan
Ketelan, Kecamatan Banjarsari, Solo.
Kegiatan yang mereka lakukan tidak lagi sebatas pendataan dan pengarsipan
(penyelamatan), tetapi juga pengalihaksaraan ke bahasa latin dan mengunggahnya
ke komputer.
"Kami berencana menerbitkannya pada sebuah website.
Selain supaya bisa diakses secara lebih luas dan mudah, naskah aslinya bisa
tetap awet.
Maklum, rata-rata sudah berusia tua sehingga sangat rentan jika sering
disentuh," tambah John yang kini sedang menempuh studi doktor sejarah di
Universitas Melbourne itu.
Sejak dimulai 12 tahun silam, sampai saat ini sudah ada 1.600 buku dan naskah
atau sekitar 800 judul yang telah selesai dikerjakan.
John mengaku pengerjaannya memang memakan waktu yang cukup lama. Satu buku atau
naskah saja bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Proses pengalihaksaraan Serat Bauwarna, misalnya, memakan waktu pengerjaan
hingga tiga tahun lamanya. Begitu pula proses transkripsi Quran Jawi.
Untuk menjaga kondisi, buku dan naskah asli yang telah selesai dikerjakan
disimpan dalam sebuah kotak plastik khusus yang ditempatkan pada lemari
penyimpanan yang didesain secara khusus pula di Yayasan Sastra.
Sebelum ditempatkan di yayasan, sekitar 6.000 buku dan naskah tersebut sempat
dibawa ke Australia. John mengaku hal itu semata-mata karena pertimbangan
perawatan dan untuk memudahkan pengerjaan.
Setelah yayasan terbentuk, sedikit demi sedikit ia memboyongnya kembali ke Solo.
Saat ini sudah ada 3.000-an buku yang ia bawa kembali dan simpan di yayasan.
Sisanya masih tersimpan rapi di kediaman Paterson di Australia.
Penyelamatan Namun, niat baik Paterson itu tak selamanya mendapatkan perhatian
positif. Belum lama ini, ia bahkan ditimpa kabar tak sedap, dituding membawa
kabur ribuan buku dan naskah beraksara Jawa ke Australia.
John pun meradang, apalagi tudingan yang dialamatkan kepadanya telah berdampak
sangat luas. Tidak hanya mencoreng namanya secara pribadi, tetapi juga
menyangkut keluarga, yayasan, dan yang lebih parah lagi ternyata pemberitaan
miring itu berpengaruh terhadap jaringan penyelamatan yang dirintisnya selama
ini.
"Banyak sekali telepon dan email kepada saya menanyakan kebenaran kabar itu. Ini
jelas sangat merugikan pekerjaan saya.
Padahal, saat ini saya sedang berencana mengajak sejumlah pihak untuk
bersama-sama melakukan kegiatan penyelamatan," katanya dalam nada tinggi.
Terlebih lagi, tudingan kepadanya itu, menurut Paterson, tidak memiliki dasar
sama sekali. Sejak awal, ia sama sekali tidak memiliki niat untuk menjadi
kolektor apalagi untuk mengomersialkan buku dan naskah itu. Yang dia lakukan,
tambah Paterson, semata-mata untuk menyelamatkan dan melestarikan.
Kalaupun sempat diboyong ke Australia, itu karena alasan keamanan. Apalagi pada
saat itu belum ada tempat penyimpanan yang memadai di samping cuacanya yang
kurang cocok.
Kini, semua buku dan naskah sastra kuno itu masih utuh dan dalam kondisi sangat
baik sehingga bisa dibawa menggunakan angkutan umum. Kalau tidak ada halangan,
kata Paterson, dalam waktu satu atau dua tahun mendatang mudahmudahan semuanya
sudah bisa disatukan di yayasan.
Paterson jelas bukan orang Indonesia, apalagi Jawa. Namun, semua kerja keras
penyelamatan yang telah dilakukannya selama ini menunjukkan betapa besar rasa
cintanya terhadap subbudaya negeri ini.
Apa yang membuatnya begitu gigih berjuang, bahkan rela merogoh kocek pribadi?
"Saya memang bukan orang Jawa, tapi cinta saya sangat besar. Saya rasa hal-hal
seperti itu tidak perlu dibesar-besarkan.
Yang penting bagaimana supaya semua ini memberikan manfaat yang lebih besar,"
kata pria yang sebentar lagi akan menikahi gadis asal Yogyakarta itu. (X-9)
ferdinand@ mediaindonesia.com BIODATA Nama : John Paterson Tempat/tanggal lahir
: Victoria, 4 September 1960 Kewarganegaraan : Australia Alamat : Victoria,
Australia : Yayasan Sastra Solo, Kampung Jageran 117, RT 03, RW 04, Kelurahan
Ketelan, Kecamatan Banjarsari, Solo Organisasi: Pendiri Yayasan Sastra Solo
Pendidikan: S-1 Melbourne University, Australia S-2 Monash University, Australia
S-3 Melbourne University, Australia (sedang menyusun disertasi)
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO
0 komentar:
Post a Comment